AYO FOLLOW

Letting Go… | Merelakan Kehidupan yang Lama Untuk yang Baru

Holding on is believing that there's only a past; letting go is knowing that there's a future."

– Daphne Rose Kingma

 

Pernahkah kalian merasa jenuh tinggal di kota yang sama seumur hidup kalian? Tergantung berapa usia kalian saat ini. Bisa 20-an, 30-an, 40-an tahun... atau bahkan lebih.

Saya dan suami saya sama-sama merasakan hal itu.  Sampai akhirnya di sekitar awal tahun 2022, tercetuslah ide untuk HIJRAH KE LUAR NEGERI demi me-refresh kehidupan kami.

Singkat cerita, sampai detik menulis blog ini, semuanya berjalan dengan lancar. Dalam dua minggu ke depan, saya akan terlebih dahulu meninggalkan Jakarta karena proses dokumen suami saya belum selesai. Semakin mendekati hari H, saya menyadari bahwa banyak hal yang harus saya lepaskan. Bukannya saya nggak menyadarinya dari awal, tapi saya tidak menyangka bahwa semakin hari, perasaan akan kehilangan ini akan semakin  intense.

That's why I'm writing this blog untuk sharing dan curhat mengenai “letting go”.


1.      Letting Go of Routine

Sudah jelas, saya (dan juga suami saya) harus meninggalkan pekerjaan kami di sini. Walau kadang ada rasa lelah dan bosan dalam bekerja, ternyata inisiatif meninggalkan pekerjaan yang sudah tahunan dijalani itu tidaklah mudah. Kantor ibaratnya sudah menjadi rumah kedua dan orang-orang di dalamnya pun hampir seperti keluarga. Yang tadinya bertemu setiap hari, tiba-tiba harus berhenti begitu saja setelah tanggal efektif pengunduran diri. But in the office, people come and go. They grow and move on and it’s just normal.

Selain pekerjaan, ada aktivitas lain yang akan saya tinggalkan di sini yaitu koor di gereja dan jalan sore bersama anabul-anabul di shelter. Well, di tempat yang baru nanti saya masih bisa sih mendapatkan aktivitas serupa. Serupa... tapi pasti nggak sama. And I’m going to miss them; the activity and everybody, both the hooman and the doggos.

Untuk semua hal ini, saya cuma bisa bersyukur karena diberikan privilege sudah boleh mengenal mereka dan juga kesempatan untuk menyumbangkan talenta dan tenaga saya. Mereka akan menjadi memori yang terindah dan saya harap suatu saat kami masih diberikan kesempatan untuk bertemu lagi.

 

2.     Letting Go of My Hometown

I’ve been in Jakarta for my whole life! Ada sih beberapa saat saya bekerja di luar Jakarta. Tapi sebagian besar hidup saya, saya habiskan di kota ini. I was born here, grew up here, and even right now, I’m still here. My relationship with this city is full of love and hate. Tetapi dari waktu saya yang tinggal dua minggu saja di sini, saya berpikir… ya, I’m going to miss this city. Not the traffic, not the pollution, not the lately hot weather, akan tetapi the diversity, the people, the food, cafés and live music, how vibrant the city is, dan pastinya cheap labor, sesuatu yang bakal menjadi luxury di tempat saya yang baru nanti. There is nothing quite like Jakarta and it will always be my hometown.

 

3.     Letting Go the time spent with People You Know

Bagi saya, yaitu keluarga dan teman-teman. Keluarga saya bukan tipe keluarga clingy. When I was younger, waktu da kesempatan untuk bekerja di luar Jakarta, tidak ada yang membebani saya untuk pergi. Tetapi sekarang, entah mengapa ada melancholic feelings about leaving them. Mungkin karena orang tua sudah lebih menua atau malah sebenarnya saya sendiri yang sudah lebih menua?

Lalu, saya dan suami juga bakal nggak motoran dulu sama adik saya entah sampai kapan nanti. My in laws, yang kadang kita suka pergi dan makan bareng. Dan kemudian teman-teman. Walaupun sebenarnya saya dan teman-teman saya juga nggak selalu ketemuan sih karena kesibukan masing-masing. Tapi terpisah jarak itu pastinya menambah sense of distance.

But, in the end, no relationship lasts forever. Sebagai makhluk hidup kita harus menyadari bahwa dari debu, kita akan kembali menjadi debu. Orang-orang yang kita kasihi dan bahkan kita sendiri pada akhirnya akan kembali ke Sang Pencipta. Mereka akan meninggalkan kita atau bahkan kita yang terlebih dahulu meninggalkan mereka. Utungnya sekarang kita punya teknologi yang bisa bantu untuk membuat kita tetap terhubung dengan mereka yang terpisah jarak. So, do keep in touch ya guys!

 

4.     Letting Go of Stuff

Saya kira, saya seorang minimalis. Saya bukan tipe suka shopping spree alias belanja belanji. Mostly, pakaian dan barang-barang saya itu-itu aja dan I don’t mind at all what people think about that. Tapiii… ternyata pas packing, saya harus filter berulang kali karena barang-barang saya nggak cukup di koper yang akan saya bawa.

Fyi, saya cuma mengizinkan diri saya untuk membawa satu koper besar,  satu koper kabin, dan satu tas ransel untuk esensial. Masih ada aja perasaan nggak rela untuk meninggalkan barang-barang yang mungkin bukan prioritas untuk kehidupan saya yang baru.

Manusia memang istimewa karena punya kemampuan untuk meraih, memiliki, dan menimbun lebih dari apa yang diperlukan. Sebetulnya ini adalah suatu bentuk overconsumption yang bisa consume us balik. Saya pribadi  merasa, as much as we can, we have to embrace minimalism karena menurut pengalaman dari banyak filsuf dan orang bijak di Bumi ini, owning less will lead to the sense of freedom and simplicity; bebas dan simple. Barang dan benda tidak seharusnya menentukan identitas diri kita dan memilikinya secara berlebihan justru akan menghambat kita untuk mengalami hidup yang berkepenuhan.

So, akhirnya setelah beberapa kali filter, saya sudah mengumpulkan pakaian dan barang-barang yang tidak bisa saya bawa untuk didonasikan.

 

1.      Letting Go of Emotions and Mindset, the Excess Baggage

Pindah ke tempat baru, tentunya kami ingin hidup yang lebih baik. Mengubah hidup sepertinya nggak cukup hanya dengan pindah lokasi, tapi kami juga harus meninggalkan excess baggage yang nggak perlu, such as luka di masa lalu dan cara berpikir yang menghambat untuk perkembangan diri. Excess baggage itu sejatinya hanya akan memperlambat perjalanan kita. Kita boleh belajar darinya, tetapi kita nggak bisa membawanya ke mana-mana. Jadi, mari letakkan dan tinggalkan excess baggage dalam perjalanan kita menjadi pribadi yang baru.

 

Conclusion

Demi sesuatu yang baru, ada hal-hal yang harus dilepaskan. Kita nggak bisa keep semuanya karena semua punya kapasitas, mau itu kapasitas fisik, mental, waktu, dan lain-lain. Menimbun yang tidak perlu hanya akan memberatkan perjalanan kita di Bumi ini. Let them go, supaya kita bisa hidup dengan lebih bebas dan lega.

So, with this being said, ke mana sih tempat tujuan saya yang baru? Tunggu tulisan saya selanjutnya ya.


“Some of us think holding on makes us strong, but sometimes it is letting go.”

– Herman Hesse



Komentar