AYO FOLLOW

Touring Seribu Kilometer - Keliling Jawa Barat Naik Motor

Saya bukan seorang lady biker. Tapi saya touring lebih dari 1,000 km selama enam hari.



Salah satu sebab saya nggak naik motor adalah karena malas; malas belajar dan juga malas mengendarai sekalipun sudah bisa. Hahaha… Walaupun demikian saya tetap penikmat jalan-jalan. Waktu diajakin touring ke Pangandaran sama adik saya, wah… kedengarannya adventurous sekali. Langsung saya oke-in! Rencananya kami akan jalan berlima dan saya akan jadi lady passenger diboncengin sama suami 💓

Karena udah lama di rumah terus, sekalian aja perjalanan kali ini kami panjangin sedikit. Total perjalanan kami kemarin adalah selama enam hari lima malam (6D/5N). Saya dan suami berangkat duluan hari Kamis,14 Oktober ke Pelabuhan Ratu dan Ciletuh. Karena adik saya sudah pernah, maka nanti kami akan ketemuan di Ujung Genteng. Setelah itu, cusss bareng ke Batu Karas.

Baca juga detail rute touring Jawa Barat seribu kilometer kami.

.

Daftar Isi


hari terakhir di Villa Monyet, Batu Karas



Pengalaman Touring Pertama Saya

Saya nggak tahu berapa banyak cewek yang mau melakukan touring semacam ini. Secara touring itu bikin capek, panas, keringetan, lepek, kotor, dll. Sampai di tempat tujuan atau spot pemberhentian nggak mungkin deh bisa tampil cantik dan fresh. Yang ada rambut nempel semua sama kepala, pantat dan kaki pegel-pegel, dan nggak usah deh mikirin make-up. Kalo ada film-film yang nampilin cewek habis naik motor buka helm rambutnya masih super fabulous berkibar-kibar itu bokis abisss. 😝

Lalu ada jalan-jalan yang masih nggak mulus yang bikin ride jadi bumpy banget dan lamban. Kalau lewat gunung, jalan berkelak-kelok nggak cuma 2D aja (kanan dan kiri) tapi udah 3D (kanan, kiri, naik, turun). Rasanya agak mirip naik roller coaster karena beneran ketemu juga sama jalanan yang tanjakan dan turunannya curam parah.

Tapi nih... kalau udah masuk ke rute-rute yang eksotis misalnya kayak di puncak pegunungan atau pinggiran lembah, pemandangannya super cuantiiiik. Terpaan angin yang langsung kena ke badan dan aromanya membuat pengalaman touring menjadi keasyikan tersendiri. Seolah-olah kita berinteraksi langsung dengan segala sesuatu yang ada di sekitar kita.

pemandangan pantai Ciletuh dari Puncak Darma

Intinya jalan-jalan dengan touring itu dapet banget feeling of adventure-nya. Sesuatu yang nggak bisa didapetin kalau kita naik mobil atau bus wisata apalagi naik pesawat.

Perjalanan terpendek saya itu Ciletuh - Ujung Genteng (55 km, 1.5 jam non-stop). Sedangkan perjalanan terpanjang adalah waktu pulang dari Batu Karas ke Jakarta (341 km, total 17 jam; 10.5 jam perjalanan + 6.5 jam pemberhentian). Rasanya gimana? Badan ya… rontok sih. Tapi hepi banget dan tidur juga jadi lebih nyenyak. Hehe...

Sebagai informasi, peserta touring kemarin motornya: Yamaha MT-15 2019, Honda CBR Street Fire 2015, Honda Megapro Primus 2009, dan yang dikendarai suami saya dan saya adalah Yamaha Lexi ABS 2021. Untuk review touring dengan Yamaha Lexi saya tulis di postingan tersendiri.


Outfit dan Peralatan Touring untuk Pemula

Tips ini buat pembonceng yang nggak biasa motoran dan mau touring untuk pertama kalinya. Saya coba buat pengalaman saya saat touring kemarin ya.


1. Outfit

Ini penting banget. Saat touring sebagian besar waktu kita habiskan outdoor dengan cuaca yang variatif. Jangan lupa juga ada risiko berkendara seperti layaknya naik motor biasa. So, be prepared.


Helm

Kemarin saya agak abai soal helm karena mikir bisa pakai helm apa aja. Tapi ternyata lebih enak dan lebih safe juga kalau pakai helm yang pas dengan kontur kepala dan bukan helm abal. Kalau bisa pakailah helm full face supaya seluruh wajah terlindungi. Bagian dalam helm yang empuk harus membungkus kepala kita dengan nyaman dan tanpa rongga jadi pas dipakai nggak oglek-oglek.  Tapi kalau mata kita terasa sampai mau copot berarti helmnya kesempitan.

credit to: pillioness.com

Pilih juga helm dengan kaca terang atau nggak terlalu gelap. Kemarin helm yang saya pakai kacanya gelaaaap sekali. Memang sih kalau siang jadi nggak silau tapi pemandangan pun warnanya jadi beda banget dari aslinya. Sayang kan kalau pas lagi lewat view yang bagus. Belum lagi kalau malam tiba. Udah hampir terasa kayak berjalan di tengah kegelapan. Tapi pas buka kaca ternyata nggak segelap itu. Kalau pas siang nggak mau silau bisa pilih helm dengan double visor atau pakai aja kacamata hitam.

Helm yang bagus juga bisa mengurangi suara bising (reduce noise) seperti suara kendaraan lain atau suara angin. Fitur ini melindungi indera pendengaran kita untuk jangka panjang. Untuk jangka pendeknya, helm yang reduce noise nggak akan membuat kita merasa kayak diteriakin setan saat berkendara.


Baju & Celana

Biar praktis dan adem, kalau saya sih pakai kaos aja. Ada merek kaos yang saya suka banget yaitu Tolliver (walaupun saya sebut merek tapi artikel ini BUKAN artikel berbayar maupun afiliasi). Kaos Tolliver ini bahannya nggak ketipisan nggak ketebelan, adem, dan ukurannya pas banget di badan; nggak kegedean nggak kekecilan. Pilihan warnanya banyak dan harga sangat terjangkau. Waktu touring ini saya bawa kaos Tolliver semua dengan warna yang berbeda-beda.

Untuk celana saya pakai celana jeans model skinny karena nempel sama kulit jadi nggak ribet. Modelnya juga pas banget dipakai sama sepatu yang saya pakai. Pilih bahan yang agak sedikit tebal tapi tetap bisa fleksibel supaya lebih nyaman.

Masker Buff

Fungsi masker buff saat naik motor selain untuk melindungi pernapasan dari polusi juga untuk melindungi bagian tubuh lainnya dari debu seperti bagian pipi dan leher. Jika dirasa kurang hanya dengan memakai masker buff bisa ditambahkan dengan masker dual filter karbon. Tapi kalau saya kurang suka pakai masker tambahan karena jadi sulit bernapas.

Kalau mau agak fashionable bisa juga pakai buff bandana yang cara pakainya bisa variatif banget nih kayak gambar di samping. Jadi keliatan kayak biker banget kaaan.. Hehehe.


Sepatu

Pakailah sepatu yang sampai menutup ankle (pergelangan kaki). Mungkin sepatu seperti ini modelnya agak boots. Kalau kami semua peserta touring kemarin sepatunya Quechua, beli di Decathlon (sekali lagi ini TIDAK berbayar). Saya pakai Quechua NH100 yang buat hiking ringan. Harganya juga sensible, cuma 200 ribuan aja dan model dan warnanya pun cakep.


Jaket & Perlindungan Hujan

Touring itu memang panas kalau siang (tergantung juga lewat daerah mana) tapi sebisa mungkin tidak memakai jaket yang terlampau tipis. Jaket buat touring biasanya terbuat dari material kulit, denim, maupun model bomber. Kalau saya senang yang model casual seperti bomber dan kalau bisa jaketnya sudah waterproof jadi nggak usah pakai jas hujan lagi.

Kalau jaketnya belum totally anti air, pakailah jas hujan. Kalau bisa jas hujannya yang sepasang ya: atasan dan bawahan. Jangan gunakan poncho karena bisa berbahaya. Celana jas hujan itu selain melindungi kita dari air hujan juga melindungi dari angin. Lumayan lho pas hujan kaki saya jadi nggak kedinginan. Pilih juga jas hujan atau jaket berwarna terang atau dengan reflective stripes. Jadi kalau terpaksa harus jalan malam kita "nyala" dan gampang terlihat oleh pengendara lain.

Untuk perlindungan hujan terakhir yang nggak kalah penting adalah cover sepatu hujan. Kenapa saya bilang nggak kalah penting? Karena walaupun sepatu hiking yang kami pakai itu tahan dari cipratan air, tapi air dari atas (baca: air hujan) tetap bisa masuk ke pergelangan kaki yang membuat kaki kita jadi basah semua di dalam sepatu. Super duper nggak nyaman.

Oya, celana jas hujan jangan dimasukkan ke dalam cover sepatu hujan karena air bisa masuk dari bagian atas cover sepatu. Pakai cover sepatu hujan dahulu, lalu tutup dengan celana jas hujan.



2. Peralatan

Alat-alat di bawah ini sangat membantu waktu kami melakukan touring. 


HP tumbal untuk GPS

GPS itu penting banget buat memandu jalan. Mengingat touring itu bukan perjalanan singkat, sayang kalau kita pakai hape beneran buat dipanteng GPS seharian. Kalau bisa pakai saja hape tumbal khusus buat mantengin GPS. Jangan lupa di-charge full sebelum jalan.


Intercom

Intercom ini sebenarnya penting banget fungsinya untuk koordinasi antar rider. Misalnya nih, pas mau nyalip kendaraan lain, rider yang paling depan bisa info ke rider lainnya apakah jalur aman atau kosong. Lalu biasanya mereka juga saling info kalau jalanannya rusak atau berlubang. Dan masih banyak lagi case-case yang lain.

Tapi ternyata untuk boncengan berguna juga buat ngobrol. Karena kalau pakai helm full face dengan kaca, nggak mungkin deh bisa ngobrol biasa dengan santai. Yang ada malah ha ho ha ho karena nggak kedengeran. Bisa ngobrol dengan santai saat berkendara itu bikin ride jadi lebih asyik dan bantu supaya nggak ngantuk.

Intercom yang kami pakai ada dua merek; 3 intercom Ejeas V6 dan 1 intercom Maxto M3. Dari keempat device tersebut hanya bisa konek 3; 2 Ejeas V6 dan 1 Maxto M3. Satu device Ejeas nggak bisa konek entah kenapa. Jadilah satu device yang nggak bisa konek itu dipakai saya untuk dengar musik dari hape. Tapi serius deh, denger musik saat berkendara itu menurut saya nggak nyaman.

Kami beli intercom Maxto M3 karena ada kameranya jadi kita bisa rekam perjalanan kita. Hasilnya cukup bagus. Full review intercom Maxto M3 saya tulis di postingan tersendiri ya.

Kotak P3K

Nggak ada yang mau mengalami kejadian aneh-aneh saat berkendara. Tapi yang namanya kecelakaan ya nggak ada yang tahu itu bakal kejadian. Kalo udah ada yang tahu bukan kecelakaan namanya, tapi pembunuhan. Hehe…

Untuk mengantisipasi kecelakaan kecil, obat-obatan yang biasanya disiapkan biasanya adalah obat merah, perban, hansaplas, dan alkohol. Lalu biasanya ada obat untuk sakit perut kayak Norit atau buat masuk angin kayak Tolak Angin (TIDAK berbayar).

Sedangkan untuk mengantisipasi hal-hal yang lebih besar, silakan menghapal nomor-nomor berikut: 118 untuk ambulance dan 112 untuk polisi. Charge hape sampai full setiap sebelum start perjalanan dan jangan lupa juga untuk mengisi pulsa selain untuk kuota internet.


Tips Touring Lainnya

• Berdasarkan pengalaman saya kemarin, sebelum makan malam (atau setelah gelap) sebaiknya sudah tidak berkendara. Selain berbahaya karena kondisi jalan dan stamina, pemandangan indah juga sudah tidak bisa dinikmati. Jadi sama sekali nggak worth it buat capek-capek berkendara saat gelap. Jarak maksimal yang ideal (menurut perjalanan saya kemarin) adalah 300 km dengan durasi 10 jam sudah termasuk berhenti-berhenti.

• Di awal-awal ride, kita masih bisa tahan sampai 2.5 jam maksimum sebelum pegel-pegel dateng. Tapi setelahnya kira-kira 1.5 jam aja udah berasa pegelnya. Jadi bisa dihajar jauh dulu di awal-awal dan setelahnya berhenti untuk istirahat kira-kira setiap 1.5 jam.

• Setiap berhenti untuk istirahat jangan lupa juga bersihin kaca helm. Karena kalau debunya numpuk itu akan sangat mengganggu sekali terutama ketika keadaan sudah semakin gelap. Biasanya sadar pas kacanya kotor itu pas lagi berkendara. Kalo udah gini nggak bisa berhenti begitu aja buat bersihin kaca.

Berhentilah saat jam makan (makan pagi, makan siang, atau makan malam). Berkendara itu memang asyik apalagi kalau motornya bisa kuenceng. Kadang mungkin suka nggak terasa lapar dan malas untuk berhenti untuk makan. Tapi skip makan itu akan membuat stamina kita turun dan konsentrasi terganggu secara nggak sadar. Bisa-bisa kita jadi sakit atau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di jalanan. Jangan sampai ya…


rehat sejenak di tengah perjalanan

Akhir kata:

Seperti hal-hal lainnya, banyak yang saya pelajari dari pengalaman touring saya yang pertama ini. Alih-alih kapok, saya malah ketagihan mau touring lagi. Mudah-mudahan next touring persiapannya bisa lebih matang lagi. Mudah-mudahan suatu saat saya dan suami bisa touring keliling dunia. Asyiiik...

Begitulah pengalaman touring pertama saya. Bagaimana dengan kalian? Bagi yang sudah pernah touring boleh share pengalamannya di bawah ya.

Komentar