AYO FOLLOW

Movie Talk: Two Distant Strangers

klik gambar untuk nonton di Netflix


Banyak film yang mengangkat isu rasial. Two Distant Strangers adalah salah satunya. Durasinya cuma 32 menit saja. Singkat, padat, jelas, dan cukup untuk refleksi.

Film ini menyiratkan tentang tragedi pembunuhan George Floyd yang sempet heboh tahun 2020 yang lalu, tepatnya pada tanggal 25 Mei 2020. Film Two Distant Strangers dirilis pada tanggal 20 November 2020. Sepertinya nggak lama setelah tragedi George Floyd film ini langsung digarap.


DAFTAR ISI





Sinopsis


kalau belum nonton dan nggak mau spoiler.
Atau sudah mungkin kalian sudah nonton
jadi nggak perlu lagi membaca bagian ini.


Film ini dibuka dengan adegan seekor pitbull di sebuah apartemen yang menantikan kepulangan tuannya, Carter James, seorang desainer grafis pria kulit hitam di Kota New York, Amerika. Si pitbull tampak gelisah seolah bertanya-tanya, "Kok tuan gue nggak pulang-pulang? Laper nih…"

Eh, nggak taunya Carter habis kencan semalam dan menginap di tempat kencannya, Perri. Pagi harinya waktu mau pulang, Carter dikonfrontasi oleh seorang polisi kulit putih di depan apartemen Perri yang bernama Merk.

Melihat Carter yang sedang menyalakan rokok, Merk berprasangka bahwa Carter menghisap linting ganja dan memaksa untuk menggeledah tas Carter. Carter yang merasa tak berdosa tentu saja menolak dan membela diri. Tapi perseteruan Carter dan Merk yang cukup heboh mengundang dua polisi kulit putih lainnya untuk membantu Merk.

credit to: theguardian.com


Carter ditindih oleh tiga orang polisi kulit putih dan diperlihatkan bahwa Merk sengaja menindih dan mencekik Carter sampai tak bisa bernapas dan tewas (serupa dengan tragedi pembunuhan George Floyd).

Tapi setelah adegan itu Carter terbangun lagi di kamar Perri dan menemukan dirinya terjebak dalam loop di mana pada akhirnya dia selalu terbunuh oleh Merk dengan skenario yang berbeda-beda. Bagaimanapun Carter berusaha untuk mengubah nasibnya untuk pulang dan bertemu anjingnya, tak ada yang bisa dilakukannya untuk mengubah takdirnya terbunuh oleh Merk.

Setelah 99  skenario kematiannya, Carter memutuskan untuk bicara pada Merk dari hati ke hati mengenai loop yang dia alami. Carter akhirnya meminta Merk untuk mengantarnya pulang dengan mobil patroli.

(Di tengah perjalanan otw ke rumah Carter, ada adegan di mana take diambil dari atas dan ada nama George Floyd di salah satu atap rumah.)

Sesampainya di depan apartemennya, Carter turun dari mobil dan berjabat tangan dengan Merk. Di saat sepertinya Carter bisa bertemu dengan anjingnya, tiba-tiba Merk bertepuk tangan sebagai isyarat sarkasme atas apa yang dia anggap sebagai kemampuan akting Carter.

Ternyata Merk pun mengalami dan menyadari loop yang sama dengan yang dialami oleh Carter.

credit to: complex.com


Merk akhirnya menembak Carter yang sedang menuju apartemennya. Genangan darah Carter mengumpul dan membentuk benua Afrika dan Merk berkata, "See you tomorrow, kid." Dan Carter pun sekali lagi terbangun di apartemen Perri.

Walaupun sudah melalui 100 skenario terbunuh, Carter tetap keukeuh berjuang untuk pulang dan bertemu dengan anjingnya.

Yang menyentuh di adegan terakhir ini adalah post-credit scene yang menampilkan nama-nama orang Amerika kulit hitam yang terbunuh karena brutalitas dan racial profiling dari polisi kulit putih.

Beberapa di antara nama-nama ini juga dimunculkan kalimat untuk memberi tahu apa yang orang itu sedang lakukan saat terbunuh dari aktivitas normal sehari-hari sampai yang lagi nggak ngapa-ngapain di tempat tidur.


Pembunuhan George Floyd

Tragedi pembunuhan George Floyd terjadi pada tanggal 25 Mei 2020 yang lalu di Minnesota, Amerika Serikat. Saya nggak akan bercerita detail karena liputannya bisa ditemukan di mana-mana. Intinya Floyd dilaporkan karena dicurigai menggunakan uang palsu pecahan USD 20,- untuk membayar sebungkus rokok. Sepele banget untuk sebuah nyawa.

Mirip dengan skenario pertama matinya Carter di film Two Distant Stranger, Floyd mati tercekik oleh seorang polisi kulit putih yang menyerangnya. Derek Chauvin, polisi yang menyerang Floyd, mencekik Floyd dengan menindihnya dengan lutut di bagian leher.




Racial profiling yang terjadi pada Floyd tidak berawal dari si polisi kulit putih, tapi sudah dimulai dari si pemilik toko yang menghubungi 911 dan bilang bahwa Floyd mabuk dan tidak bisa dikendalikan. Padahal Floyd jelas-jelas baik-baik saja dan duduk tenang di dalam mobilnya.

Kejadian seperti ini tragis dan sedihnya kasus ini bukannya tidak lazim. Di tahun 2015 sendiri kasus rasial yang berujung kematian seperti ini di Amerika Serikat tercatat 300-an kasus, tapi hanya belasan kasus aja yang pelakunya akhirnya dijatuhi dakwaan kriminal.

Di kasus George Floyd, keempat polisi yang terlibat langsung dipecat (mungkin juga karena kasus ini menjadi viral). Chauvin dijatuhkan hukuman 22.5 tahun penjara pada tanggal 25 Juni 2020 dan tiga polisi lainya dijadwalkan untuk diadili pada tanggal 7 Maret 2022.


Cup Foods and Its Neighborhood

Yang juga menjadi korban atas kejadian ini adalah Cup Foods, TKP pembunuhan George Floyd. Sejak kejadian itu, Mahmoud Abumayyaleh, pemilik Cup Foods, sering dibombardir dengan pesan-pesan kebencian.

Berminggu-minggu setelah tragedi pembunuhan Floyd, orang-orang "mengubah" trotoar di luar Cup Foods menjadi semacam tempat peziarahan. Ada banyak buket bunga , banner, papan protes, dan mural wajah Floyd di temboknya.

Orang-orang jadi sering protes di situ dan berteriak-teriak memakai pengeras suara tanpa menyadari bahwa banyak warga setempat yang sebenarnya tidak terlibat.


credit to: independent.co.uk


Orang yang menelepon 911 untuk mengadukan Floyd memang adalah staff Cup Foods, seorang remaja yang belum lama tinggal di Amerika Serikat. Setelah kejadian itu, ia pun tidak lagi bekerja di Cup Foods. Mahmoud Abumayyaleh sendiri saat itu sedang pergi sekitar tiga jam sebelum kejadian.

Mahmoud Abumayyaleh akhirnya meminta salah seorang anggota kelompok pencegahan kekerasan untuk berbicara atas nama Cup Foods bahwa Cup Foods juga mengutuk kejadian ini dan menyatakan bahwa mereka ada di sisi para pemrotes.

Cup Foods sendiri mengubah kebijakan bahwa mereka akan menelepon 911 hanya jika terjadi kekerasan.


Nama-Nama di Bagian Akhir Film

Jelas, film ini dibuat untuk mengenang para korban yang mati karena kasus racial profiling terutama George Floyd. Berikut adalah beberapa dari nama-nama korban di ending scene film Two Distant Strangers:



Tamir Rice, 12 tahun,
sedang bermain di taman.






Philando Castile, 32 tahun,
sedang menyetir pulang ke rumah.




Botham Jean, 26 tahun,
lagi makan es krim di rumahnya.





Rayshard Brooks, 27 tahun,
sedang tertidur di mobilnya.




Breonna Taylor, 26 tahun,
sedang tidur di tempat tidurnya.








dan tentunya... George Floyd, 46 tahun, sedang belanja ke toko kelontong.


Yang Bisa Dipetik

Adegan Carter mati tercekik oleh Merk cukup membuat saya syok. Waktu itu saya berpikir, "Hah! Ini orang nggak ngapa-ngapain trus kenapa musti dibekuk dan dicekik sampe mati ya???" Mungkin that is the same thought that will occur to most of us to many cases of police brutality towards black people in America.

Bagaimana pun mereka (orang kulit hitam di Amerika) berusaha untuk "berbaikan" dengan polisi kulit putih, belum ada cara  yang membuahkan hasil agar mereka bisa hidup aman dan tenteram seperti warga kulit putih di sana.

Loop yang terjadi pada film ini menunjukkan bahwa kasus penangkapan dan pembunuhan orang kulit hitam karena brutalitas polisi kulit putih di Amerika terus terulang. Dan cerita bahwa Carter belum berhasil pulang ke rumahnya menyiratkan kasus semacam ini masih terus berlangsung di sana.

Perjuangan melawan rasialisme belum usai dan masih harus terus diteruskan.

credit to: lasentinel.net


Rasialisme pun nggak cuma terjadi di Amerika tapi di mana-mana di dunia. Mungkin yang diangkat di film ini adalah kasus rasialisme kulit putih vs. kulit hitam tapi kita semua tahu, nggak cuma mereka doang yang menghadapi kasus rasialisme. Di Indonesia sendiri juga banyak, ya kan?

Kalau kalian belum pernah mengalami kasus rasialisme atau setidaknya belum pernah mengalami menjadi kaum minoritas atau less powerful berarti kalian kurang piknik. Cobalah pergi ke suatu tempat di mana kalian menjadi minoritas di sana. Ini akan mengajarkan kalian untuk lebih menghargai dan lebih toleran terhadap minoritas yang ada di lingkungan kalian sendiri.

Figuratively speaking, mari kita doakan semoga Carter bisa pulang ke rumahnya dan bertemu dengan anjingya.


It is not our differences that divide us.
It is our inability to recognize, accept,
and celebrate those differences.”
- Audre Lorde

Komentar

  1. Masalah rasisme ini masih kerasa banget sampe sekarang ya. Terutama daerah yang kaum kulit hitam ini jadi minoritas. Walau, sebenarnya udah jauh dari zaman perbudakan, kasus-kasus semacam ini bisa ditemui tidak hanya di AS. 🥲

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener bangettt. Semoga hal-hal seperti ini bisa come to an end eventually.

      Hapus
  2. Masih mikir sih awal mula bisa salah persepsi ke orang kulit hitam tuh perkara apa iya. Apa jangan-jangan hanya gegara 1 atau 2 orang yang pernah melakukan kesalahan fatal jadi menyamaratakan kalau semua orang kulit hitam itu pasti punya sifat yang sama.
    Miris banget kalau baca atau dengar sesuatu yang membahas hal ini.
    Sedih karena kenpa sih kita nggak bisa hidup saling menghargai satu sama lain. TUHAN kan menciptakan kita berbeda supaya saling belajar mengenal dan belajar hal baru bukan untuk saling menyakiti.

    Aku memang bukan bagian dari org minoritas, pengalaman minoritasku cuma karena rambutku aja yang dulu berbeda dari yang lain dan sering diledekin. Tapi selama ini, selalu berusaha untuk menghargai mereka yang merupakan minoritas di sini. semoga TUHAN selalu melindungi dan memberikan kebaikan pada mereka yang merupakan minoritas di sekitarnya.

    BalasHapus
  3. wah, ulasan dan sinopsis yang menarik nih tentang film yang mengangkat isu rasial, terutama di negara2 barat. terus terang saya belum pernah tau judul film ini, dan yg sya cukup terkejut ternyata hanya memiliki durasi berkisar 32 menit saja. mungkin saya boleh mencoba judul film ini ke dalam daftar yang wajib saya nonton nanti..

    terimakasih telah berbagi informasinya ya.. silahkan mampir juga ke blog saya tegaraya.com

    BalasHapus
  4. Bagus sekali... saya sudah lama tidak nonton film film seperti ini...

    BalasHapus
  5. bagus banget tulisannya. kaka pinter banget bikin2 sinopsis ulasan film gini. memang yaa isu sara bener nyata ada dimanapun. kasihann black race disana. padahal... yang desain jadi blackpeople kan Tuhan itu sendiri. sama aja dengan kita menolak dan mempersekusi karya nya Tuhan

    BalasHapus
  6. Woow seru banget nih keknya filmnya ya. Auto gugeling ini mah, wajib nonton!

    BalasHapus
  7. nice review., lengkap dan menarik. boleh deh nanti saya tonton.

    BalasHapus
  8. menarik untuk di jadikan sebuah pembelajaran supaya menghindari rasisme dalam kehiduoan, karena bagaimanapun manusia itu di ciptakan berbeda agar saling melengkapi

    BalasHapus
  9. Aku jadi penasaran dan pengen nonton juga. Kasus ini emang heboh banget ya dulu. Kampanye antirasisme sampe digembor-gembor banyak artis di dunia...

    Sisi lain dari Amerika yang sebetulnya udah bukan rahasia lagi sih...

    BalasHapus
  10. Saya bukan yang suka nonton film tapi kayanya seru yaa baca sinopsis ini. Bisa saya jadikan list buat ditonton nanti. Thanks ka sudah sharing

    BalasHapus
  11. Agak merinding ya membaca nama-nama orang yang juga jadi korban rasis kulit hitam disana. Karena mereka disitu ga berbuat hal yang aneh lho, I mean ada yang sedang bermain ditaman, ada yang lagi makan es krim, bahkan beberapa diantaranya sedang melakukan aktivitas di rumahnya masing-masing. Semoga pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat film ini dapat tersampaikan kepada penonton ya. Sedih banget sih pasti keluarganya.

    BalasHapus
  12. rasisme merupakan tema yang selalu aktual. nampaknya saya harus segera menonton film ini.

    BalasHapus
  13. Film yang menarik, isu rasial masih saja terjadi sampai saat ini, ironisnya terjadi di negara yang katanya sangat menjunjung Hak Asazi Manusia

    BalasHapus
  14. Ini yang #BlackMatters itu ya, mba?
    Loop yang digambarkan di film ini ngena banget sih, seolah menceritakan mau mengubah kayak gimana pun, kayaknya akan balik-balik lagi kasus ini
    Bisa bertemu dengan anjingnya itu seperti mimpi menemukan freedom dan kesamaan hak di tanah amerika

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, ini yang kasus #blackmatters itu. Semoga isu rasial bisa berakhir di mana pun itu.

      Hapus
  15. Kumplit resensinya, plus anakisisnya juga, saya suka..saya suka. Rasis mmg bnyk bertebaran dmn2, semoga kita menjadi bagian dri org2 yg bisa berlapang hati...thanks for sharing, ka.

    BalasHapus
  16. Juara banget tulisannya kak, saya jadi terbawa dan bisa membayangkan betapa ngeri dan geram dengan apa yang terjadi di dunia saat ini. Ayo review lagi kak, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. tengkyuuu. Oke, nanti aku review case2 yang menarik lainnya ya.

      Hapus
  17. aku gak terlalu suka nonton, karena tiap nonton ketiduran trs, mungkin nanti bisa nonton bareng suami yg suka nonton film... thank you infonya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha... harus cari film yang menarik perhatian Kak Tia biar nggak ketiduran lagi. Pasti ada kok.

      Hapus
  18. wah kasus george floyd ya. Boleh lah masuk list tontonan setelah puasa. makasi kk

    BalasHapus
  19. Memang diskriminasi itu ada dimana-mana. Di Jepang juga White Skin ini mendapat perlakuan khusus dari masyarakat, sedang black skin sebaliknya. Nice sinopsisnya mbak... menarik mundur kejadian George Floyd yang bikin emosi.. bisa nggak sih orang-orang melihat sisi humanis gitu lho

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ooh... ternyata gitu juga yah di Jepang. Yah, kalau Asia sih memang kulit putih kayak porselen itu selalu dianggap lebih cantik. Mudah-mudahan makin ke sini orang Asia bisa lebih bangga dengan apapun warna kulitnya yah.

      Hapus

Posting Komentar

Komen dong...